Pages

Thursday 14 March 2013

Saling TUDING antara PEMKOT MAKASSAR dan PEMPROV SulSel di kawasan Pantai LOSARI

Penimbunan yang dilakukan PT Bumi Anugerah Sakti tidak mengantongi izin. Penimbunan Pantai Losari itu rencananya untuk membangun hotel berlantai 22.Hal itu diungkapkan Direktur Reskrimsus, Komisaris Besar Polisi Pietrus Wayne didampingi Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Sulselbar, Kombes Polisi Endi Sutendi saat menggelar konfrensi pers di Markas Polisi Air (Polair) Polda Sulselbar, Jalan Pasar Ikan, Makassar.

"Kasus ini masih dalam proses penyelidikan. Dan sudah ada tiga orang yang bakal jadi tersangka. Ketiga calon tersangka itu yakni Direktur PT Bumi Anugerah Sakti berinisial J dan dua orang stafnya," beber Petrur.
Selain memeriksa ketiga calon tersangka, lanjut Petrus, kepolisian juga memeriksa empat saksi, yakni para pekerja dan instansi terkait.

"Izin penimbunan sama sekali tidak ada, apalagi amdalnya. Kita juga segera melakukan pemeriksaan saksi ahli seperti dari Badan Pertanahan Nasional, Badan Lingkungan Hidup Daerah, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Dinas Perikanan dan Kelautan," katanya.

Pengusutan kasus ini berdasarkan temuan penyidik sejak tahun lalu mengacu pada LP A/40/XI/2011/SPKT pada tanggal 30 November. Lokasi pastinya, yakni tepat berada di belakang Zona Cafe, samping Markas Polair Polda Sulselbar, Jalan Pasar Ikan, Makassar.

Dalam waktu dekat, penyidik akan merampungkan tahap penyelidikan yang kemudian ditingkatkan ke tahap penyidikan, lalu menetapkan tersangka.

Kombes Pol Endi Sutendi menambahkan, penimbunan laut ilegal dilakukan sejak Januari tahun lalu. Adapun, pelanggarannya terungkap pada November. Modus operandi pelaku yakni menampung bahan material intake saluran air berupa batu gunung dan batu kali di bibir pantai.

"Ini yang kemudian tergerus oleh gelombang ombak laut sehingga menjadi daratan. Berdasarkan hasil penyelidikan, sudah ada 2.100 meter persegi yang ditimbun perusahaan itu," tegasnya.

Menurut Endi, oknum di perusahaan tersebut bisa dijerat Pasal 73 ayat (1) huruf G Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2007 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau kecil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 huruf a subsider Pasal 69 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang.

Selain itu, tindakan pelaku bisa dikenakan Pasal 109 juncto Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

Di bagian lain, pelaksana proyek PT Pembangunan Perumahan, Victor Sitomorang mengatakan, pihaknya hanya bekerja berdasarkan kontrak kerja. Menyangkut izin penimbunan laut, merupakan kewenangan perusahan pengembang.

"Kami hanya bekerja. Kalau disuruh pergi ya kami pergi. Kami bakal meminta penghentian pekerjaan apabila tahap pengusutan sudah masuk kategori penyidikan. Sekarang belum, tapi terus dipantau," katanya di depan penyidik Polda Sulselbar. Kini di lokasi penimbunan tanah telah dipasang garis polisi (police line).

 
PROYEK CENTRE POINT INDONESIA pun dianggap ILLEGAL

Pemkot Makassar memperingatkan kepada Pemprov Sulsel agar segera menghentikan proyek Center Point of Indonesia atau CPI. Proyek ini dinilai ilegal lantaran Pemprov Sulsel selaku pelaksana megaproyek belum mengantongi satu pun dokumen perizinan. Padahal, proyek CPI telah dimulai sejak 2010 dan hingga kini telah menghabiskan anggaran Rp 76,4 miliar.

Dokumen perizinan belum dimiliki adalah rekomendasi pemanfaatan ruang, rekomendasi Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD) Kota Makassar, izin lokasi reklamasi, izin pelaksanaan reklamasi, analisis mengenai dampak lingkungan atau amdal, perjanjian kerja sama dengan Pemkot Makassar, dan rekomendasi Menteri Perhubungan.

“Sepengetahuan saya belum pernah ada izin itu,” sebut Kepala Bagian Pemerintahn Setda Kota Makassar, Sabri, Selasa (13/3/2013). Saat menyebut belum adanya dokumen perizinan CPI, mantan Camat Tamalanrea ini membuka beberapa lembar dokumen terkait sejumlah proyek reklamasi di Makassar.

Ia mengaku telah berkoordinasi dengan instansi dan pejabat terkait yang berwenang menandatangani dokumen, namun hingga kini dipastikan dokumen dimaksud memang belum diterbitkan.

Seluruh dokumen tersebut diterbitkan Pemkot Makassar, kecuali rekomendasi Menteri Perhubungan yang diterbitkan Kementerian Perhubungan. Rekomendasi ini harus ada karena menggunakan sebagian area pelabuhan.

Pemkot menyesalkan tak adanya koordinasi pemprov. Pemprov diminta memahami bahwa CPI berada dalam wilayah administratif Kota Makassar.

Pemkot meminta pemprov tak egois. “Jangan ada negara dalam negaralah. Sekarang sudah era otonomi daerah, pemprov harusnya paham itu,” kata Sabri sekaligus alumnus Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri (sekarang IPDN).

Melanggar Aturan

Pemprov dituding telah melanggar Peraturan Presiden Nomor 122 Tahun 2012 tentang Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan, Undang Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Selain itu, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2008 tentang Pedoman Perencanaan Kawasan Perkotaan, dan Peraturan Daerah Kota Makassar Nomor 6 Tahun 2006 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Makassar Tahun 2005-2015.

No comments:

Post a Comment