Pages

Friday 7 June 2013

Masih ada kecerdasan masyarakat untuk menyambut 2014.

Kegalauan para pengamat POLITIK semakin menyiratkan wajah politik INDONESIA jelang 2014. Betapa tidak, banyak kasus hukum yang tersandera karena kepentingan politik, kelompok hingga kini hanya menjadi konsumsi berita. Siapa tau memang masih menjadi proses. Namun masyarakat disuguhkan dengan gambaran sebuah "sandiwara politik".  layaknya sebuah serial sinetron yang kejar tayang dan kejar rating.  Coba saja tengok kasus proyek Hambalang, kasus sapi impor atau kasus wisma atlet Sea Games. Semua kasus itu melibatkan para politisi.
Walaupun sejauh ini, politisi berstatus tersangka korupsi memang selalu diganjar hukuman oleh pengadilan. Lalu, bagaimana dengan partai dimana politisi korup itu bernaung? Praktis, partai-partai politik itu bebas dari hukuman.

Peneliti ICW Abdullah Dahlan mengatakan modus korupsi politik umumnya terencana. Abdullah bahkan melihat ada unsur koordinasi dalam sebuah kasus korupsi politik. Koordinasi itu melibatkan politisi baik itu di legislatif maupun eksekutif.
“Kasus-kasus korupsi ini terlihat terencana, terkoordinasi dan by design dengan baik, hal ini bisa terlihat dari mulai perencanaan yang dilakukan sejak awal, ada komunikasi antara politisi legislatif, birokarasi eksekutif serta juga ada pembicaraan dengan pelaksana tender,” tutur Abdullah dalam sebuah diskusi di Komisi Hukum Nasional (KHN), Rabu lalu (13/2).

Dikatakan Abdullah, korupsi politik di negeri ini semakin merajalela. Terlebih pada tahun 2013 ini, dimana ajang demokrasi terbesar yakni Pemilu 2014 hanya berselang satu tahun lagi. Menurut dia, tahun 2013 potensial terjadi partai-partai politik melegalkan cara-cara korupsi demi kepentingan pemilu.
“Inilah yang seharusnya mendapatkan perhatian khusus dan serius dari semua kalangan, termasuk partai politik. Jangan sampai wajah politik negeri ini dikotori dengan perilaku koruptif terlebih menghadapi pemilu,” kata dia.

Dalam acara yang sama, Ketua KHN Prof Jacob Elfinus Sahetapy juga mengutarakan keprihatinan terhadap maraknya korupsi politik. Ekstremnya, menurut Prof Sahetapy, korupsi politik bisa membuat Indonesia hancur. “Tinggal menunggu waktu saja Indonesia akan hancur, jika melihat kelakuan partai politik yang busuk,” ujarnya.

Pakar hukum dari Universitas Airlangga ini berpendapat partai politik seharusnya turut diberikan sanksi hukum jika kadernya terlibat kasus korupsi. Sayangnya, hal tersebut belum bisa diwujudkan karena regulasi yang berlaku saat ini tidak ada yang mengatur secara khusus tentang ancaman sanksi untuk partai politik sebagai dampak dari perilaku koruptif kadernya.

Abdullah Dahlan sepakat dengan Sahetapy. Menurutnya, partai politik sudah sepatutnya diberikan sanksi hukum jika kadernya terbukti melakukan korupsi. Sayangnya, diakui Abdullah, dasar hukumnya belum ada. “Di dalam Undang-undang Partai Politik pun tidak ada klausul satu pun yang menyebabkan partai bisa dibubarkan, atau dibekukan kepesertaannya kalau partai terkait kasus korupsi,” ujarnya.

Berdasarkan penelusuran hukumonline, UU No 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik serta undang-undang perubahannya, UU No 2 Tahun 2011 memang tidak memuat ketentuan yang spesifik mengatur ancaman sanksi terhadap partai politik terkait kasus korupsi kadernya.

Namun dari total empat pasal dalam Bab Sanksi, terdapat beberapa pasal dan ayat yang sebenarnya bisa digunakan untuk menjerat partai politik terkait kasus korupsi. Meskipun hanya sanksi administratif. Pasal-pasal dan ayat-ayat itu antara lain Pasal 47 ayat (5), Pasal 48 ayat (2), (3), (4), dan (5).

Pasal 47 ayat (5) berbunyi, “Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (3) huruf e dikenai sanksi administratif yang ditetapkan oleh badan/lembaga yang bertugas untuk menjaga kehormatan dan martabat Partai Politik beserta anggotanya”. Pasal 40 ayat (3) huruf e tentang larangan partai politik menggunakan fraksi di MPR,DPR, DPD, dan DPRD sebagai sumber pendanaan partai politik.

Dari rumusan Pasal 47 ayat (5), sebuah partai politik bisa saja dikenai sanksi administratif jika penegak hukum dapat membuktikan bahwa kader partai itu di parlemen melakukan korupsi dengan tujuan mendanai partai politiknya. Sayangnya, Pasal 47 ayat (5) mensyaratkan bahwa penetapan sanksi dilakukan oleh “badan/lembaga yang bertugas untuk menjaga kehormatan dan martabat Partai Politik beserta anggotanya” yang hingga kini belum ada.

Dinamika perjalanan demokrasi memang masih menuju arah perbaikan seiring waktu situasi dan kondisi yang berkembang. Masyarakat percaya, bahwa masih banyak pemikir di republik ini yang sedang merumuskan perbaikan reformasi ke arah yang lebih baik dan pas demi kejayaan bangsa. Masih banyak pilihan, masih ada kesempatan, masih ada perubahan yang lebih baik dan  masih ada kecerdasan masyarakat untuk menyambut 2014. 

Sumber: http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt512382782cbfc/partai-seharusnya-dihukum-jika-kader-korupsi
             http://platmerahonline.com/kehancuran-indonesia-tinggal-menunggu-waktu/