Pages

Saturday 16 March 2013

BBM : Betul-Betul Menyengsarakan

Peneliti Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat dari Universitas Indonesia (UI) Uka Wikarya mengatakan sebaiknya pemerintah menaikkan harga BBM sekitar Rp 1.500 per liter. Hal tersebut dutujukan agar konsumsi BBM bersubsidi tahun ini tidak melebihi kuota yang telah ditentukan oleh pemerintah yaitu 50 juta kiloliter.

"Pembatasan konsumsi BBM subsidi tidak efektif. Lebih baik menaikkan harga dan berikan bantuan kepada orang yang membutuhkan tapi proses pemberian bantuan didahului dengan pembuatan database yang lengkap," ujar Uka dalam seminar bertema Dinamika Kebijakan BBM dan LPG Bersubsidi di Kampus Universitas Indonesia, Depok, Jumat.

Jika pemerintah tidak menaikkan harga BBM subsidi, menurut Uka maka subsidi yang ditanggung mencapai Rp 165 triliun. Itu dengan asumsi harga keekonomian BBM subsidi sebesar Rp 8.000 per liter dengan harga eceran masyarakat Rp 4.500 per liter. Angka Rp 165 triliun itu harga pemerintah mensubsidi sebesar Rp 3.000 per liter dikalikan dengan kuota konsumsi sekitar 50 juta kl.

Sedangkan pengendalian konsumsi BBM subsidi, lanjut dia, tidak efektif lantaran berpotensi terjadinya penyelewengan. Lemahnya mekanisme pengawasan membuat penyelewengan makin marak. Penggunaan alat kendali atau Radio Frequency Identification (RFID) yang dipasang pada 20 juta unit kendaraan dinilai tidak maksimal.

"Apa ada perusahaan yang mampu buat chip 20 juta dalam satu tahun. Belum lagi biaya produksi," kata dia.
Uka menambahkan tingginya angka impor BBM akan mempengaruhi pada defisit neraca perdagangan dan lemahnya nilai tukar rupiah. Itu disebabkan oleh berkurangnya penerimaan negara dari ekspor sumber daya alam lantaran menurunnya harga dan permintaan minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO). "Kalau produk nabati sudah bagus pasarnya. Neraca perdagangan akan kembali bagus," jelas dia.

Sementara itu, Anggota komisi VII DPR RI Bobby Rizaldy mengatakan harus ada kesamaan pengertian dari subsidi. Jika subsidi berarti BBM merupakan barang komersial maka pemerintah harus menaikkan harga untuk mengurangi beban anggaran. Namun jika BBM merupakan barang strategis maka harus ditentukan penggunanya.

"Harus ada payung hukumnya dengan merevisi Undang-Undang Migas Nomor 22 tahun 2001. BBM subsidi untuk semua rakyat atau hanya pengguna golongan tertentu sesuai Perpres nomor 15 tahun 2012," kata dia.

No comments:

Post a Comment