Pages

Monday 10 June 2013

Gajah mati meninggalkan gading, manusia mati meninggalkan nama.


NEGARA ini tidak hanya miskin dalam arti sesungguhnya, tetapi juga miskin negarawan. Sudah lama anak bangsa merindukan negarawan yang memiliki obsesi besar bagaimana mengelola negara dengan penuh kewibawaan dan kebijaksanaan. Negarawan melahirkan pikiran-pikiran besar, memiliki kearifan yang melampaui kepentingan sempit, bahkan sering menemukan terobosan keputusan yang menyangkut kehidupan bernegara yang menguakkan harapan bahwa bangsa ini masih punya masa depan.
Tidak ada musuh abadi bila selalu mengedepankan kesatuan dan persatuan anak bangsa ketimbang kepentingan pribadi. 
Dinamika demokrasi dalam reformasi yang belum berujung ini, sudah selayaknya membuat semua elite negeri bersatu, setajam apa pun perbedaan yang terjadi di antara mereka.

Demikian hikmah yang dirasakan anak bangsa saat ini, dengan meninggalnya Ketua MPR RI,  Taufiq Kiemas  di sebuah rumah sakit di Singapura, Sabtu (8/6/2013) malam.  Almarhum sebagai salah satu tokoh politik dari PDIP banyak memberi warna dunia perpolitikan Indonesia khususnya sejak 2004. 
Almarhum Taufik Kiemas dikenal oleh kawan dan lawan politiknya sebagai tokoh yang fleksibel dan pemersatu. Beliau dianggap  sebagai jangkar pemersatu bangsa karena sikap-sikap politiknya yang luwes dan selalu mempersatukan para pihak yang berseteru. 
Sadar atau tidak sadar, anak bangsa cukup terinspirasi dari tauladan seorang negarawan Taufik Kiemas. Perbincangan, kesan dan pesan serta apa yang telah dilakukan beliau menghiasi media dan menjadi perbincangan semua elemen masyarakat. 

Taufik Kiemas  tampil sebagai penengah ketika hubungan  Mega dan Gus Dur memanas saat  PDIP menang pemilu tahun 1999, namun Megawati justru gagal menjadi presiden. Pemilihan Gus Dur sebagai presiden  memecah pertemanan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama itu dengan Megawati. Padahal sebelumnya mereka berdua bahu-membahu bersama menggerakkan reformasi.
Namun Taufiq Kiemas tampil sebagai penengah dan menganjurkan agar Mega menerima tawaran  kursi wakil presiden dengan alasan apabila tawaran tersebut  tak diambil Megawati, Angkatan Bersenjata Republik Indonesia yang saat itu dipanglimai Wiranto kemungkinan besar akan mengisinya.

Taufik Kiemas juga menjadi tokoh perantara hubungan antara Mega dan SBY yang sejak dulu sudah dingin, posisi Taufiq sebagai Ketua MPR di kemudian hari mempermudah dia menjalin komunikasi dengan rival politiknya itu. Taufiq dan SBY kerap bertemu dalam acara kenegaraan. Taufiq bahkan pernah mengunjungi SBY di luar kapasitasnya sebagai Ketua MPR.
SBY pun menjaga hubungan baik dengan Taufiq. Saat Taufiq Kiemas menerima gelar doktor kehormatan dari Universitas Trisakti, SBY hadir di sana. Maka dalam pemakaman Taufiq di Kalibata, SBY memuji almarhum sebagai sosok konsiliator. “Mari kita beri penghormatan tinggi atas darma bakti almarhum,” kata SBY.

Sikap Politik Almarhum yang fleksibel dan lebih mengutamakan persatuan dan perdamaian diantara kelompok dan tokoh-tokoh yang berseteru merupakan sikap berpolitik yang layak ditiru oleh bangsa ini kedepan.
Bahkan sebelum menhembuskan napas terakhirnya, Taufiq Kiemas meninggalkan  pesan khusus kepada Politisi senior PDI Perjuangan, Pramono Anung, yang ikut mendampingi detik-detik akhir Kiemas di Singapura agar  semua pihak mewujudkan perdamaian.
“Beliau sampaikan bahwa kita harus bisa berdamai dengan semua orang, termasuk dengan pemerintahan yang ada,” beber Pramono menirukan ucapan  Kiemas yang saat itu didampingi Megawati Soekarnoputri, putra-putri dan cucu-cucunya di rumah sakit Singapura.
Pramono  mengaku selalu dinasihati Kiemas agar DPR tak selalu berbeda dengan pemerintah. “Beliau ini karakternya selalu mengajak damai, duduk bersama,” katanya.

2014 tinggal menunggu waktu, akankah sikap kenegarawan elite politik saat ini dapat "memusyawarahkan" dan mendinginkan kepentingan kelompok untuk 2014 yang lebih baik....?  Hanya waktu yang bisa menjawab. Sementara ini hanya tiga parpol yang terlihat akan kuat pada 2014, Golkar, PDIP dan Gerindra. ARB mulai menguat dengan iklan-iklannya, hanya hambatan Lapindo apabila diselesaikan menjelang 2014, bukan tidak mungkin ARB akan menjadi petarung first class. Prabowo elektabilitasnya, baik dirinya maupun Gerindra, terus membaik. Apabila Gerindra pada pemilu 2014 mampu menjadi parpol papan atas, maka Prabowo bisa menjadi calon alternatif kuat, akan menjadi palingan arah konstituen menggantikan SBY, judulnya perubahan dari Jenderal ragu ke Jenderal berani dan tegas, kira-kira begitu.
Dan yang sangat menarik, elektabilitas PDIP yang terus membaik dan masih bertahannya elektabilitas Ibu Mega. Dengan ketidak beradaan Taufiq Kiemas, nampaknya peluang Partai Demokrat untuk berkoalisi dengan PDIP akan mengecil. PDIP kini menjadi parpol berpeluang terbesar untuk menjadi penguasa, mempunyai dua calon presiden, Mega dan Jokowi. Daya tarik Jokowi kini jelas terus naik,  dipantau ketat oleh Ketua Umum PDIP. 
Selamat Jalan Bapak Taufik Kiemas, Segala perjuangan dan cita2 mu akan diteruskan oleh Anak Bangsa Indonesia. Gajah mati meninggalkan gading, manusia mati meninggalkan nama.

No comments:

Post a Comment