Pages

Tuesday 26 March 2013

NASIONALISME KENTUT ala ES BEYE

Di tahun 1958, Bung Karno pernah menyuruh seorang seniman bernama Edhi Sunarso untuk membangun patung "Selamat Datang" setinggi 9 meter di tengah kota Jakarta. Patung ini untuk melambangkan semangat penerimaan bagi setiap orang yang berkunjung ke ibu kota dan untuk membangkitkan semangat kebangsaan. Perintah Bung Karno ini sempat membuat Edhi Sunarso terkejut. Edhi mengaku untuk membuat patung sembilan meter pun dirinya tidak mampu karena belum pernah membuat patung perunggu.

Apa jawaban Bung Karno. ”Kamu punya rasa bangga berbangsa dan bernegara atau tidak? Coba kamu pikir, apa saya perlu menyuruh seniman asing untuk membuat monumen di dalam negeri? Sontak, jawaban Bung Karno ini membuat Edhi bertekad menyelesaikan patung tersebut. Edhi pun mulai mencari buku panduan dan belajar mengecor logam perunggu.

Tahun 1963, patung itu selesai dengan ketinggian 6 meter setelah mendapat persetujuan Bung Karno. Alhasil, patung inilah yang menyambut kontingen atlet luar negeri yang bertanding pada Ganefo, sebuah olimpiade tandingan karena tidak diakuinya Asian Games IV tahun 1962.

Sekarang ini, patung tersebut selalu menjadi saksi demonstrasi yang hampir setiap hari digelar di bundaran Hotel Indonesia (Aswi Warman Adam; 2012).

Spirit nasionalisme yang ditularkan Bung Karno ke Edhi Sunarso merupakan sebuah bentuk nasionalisme dalam bentuk konkrit. Nasionalisme yang mudah dipahami, diamalkan dan dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari. Nasionalisme yang berwujud sederhana untuk menunjukkan bahwa bangsa Indonesia memiliki peradaban yang unggul meski pada saat itu baru saja mendapatkan kemerdekaan.

Seiring dengan perkembangan jaman, perabadan yang muncul justru mulai kehilangan karakter keindonesiaan. Peradaban yang sedang berkembang saat ini mengedepankan peradaban barat yang sama sekali tidak memiliki latar belakang sejarah dengan Indonesia. Dari segi bentuk bangunan misalnya, hampir sebagian besar pengusaha properti lebih suka menampilkan design modern dan berwawasan kebarat-baratan. Perumahan bergaya Eropa, Italia, Jepang, justru lebih dominan berkembang. Sedangkan arsitektur bergaya peninggalan sejarah Indonesia, seperti Majapahit, Sriwijaya, atau ciri khas Indonesia lainnya, hampir kurang ditampilkan. Ada anggapan bahwa kemunculan arsitektur yang berciri Indonesia menunjukkan suatu kemunduran, tidak modern, dan bergaya lama.

Peradaban yang kebarat-baratan ini ditunjang dengan meningkatnya gaya hidup hedonis di masyarakat Indonesia. Gaya hidup hedonis ini dianggap sebagai sesuatu yang wajar, normal dan keharusan. Istilah baru pun berkembang, seperti dugem, clubbers, metroseksual, sex without love, sex after lunch dan lain sebagainya. Ironisnya, penyebaran gaya hidup ini banyak menyerang generasi muda Indonesia. Hal ini membuat generasi muda mulai kehilangan identitas diri dan identitas kebangsaannya.

Padahal, sejatinya suatu bangsa yang ingin menuju peradaban unggul, harus taat azas dengan semangat yang dibangun oleh founding fathers negeri ini. Yakni memiliki semangat Pancasila dan memegang prinsip Bhinneka Tunggal Ika. Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa harus kembali diejawantahkan dalam hal-hal yang sederhana. Begitu pula prinsip Bhinneka Tunggal Ika, yang perlu dijunjung tinggi dalam kehidupan masyarakat. Sehingga perbedaan suku, agama, ras, harus dianggap sebagai bagian dari persatuan sebagai satu kesatuan yakni Bangsa Indonesia.

Kunci yang kedua adalah mempertajam kebijakan pendidikan karakter yang sekarang sedang dikembangkan oleh pemerintah. Mulai dari aspek filosofisnya, pengajarannya, hingga implementasinya. Seperti yang disampaikan motivator Andri Wongso, bahwa guru dan para pendidik di Australia lebih khawatir dan prihatin jika anak-anak didik mereka memiliki moral yang kurang baik (tidak jujur, dll) daripada memiliki prestasi akademik yang kurang baik (kurang bisa membaca, menulis, berhitung dll).

Mengapa? Karena menurut mereka, untuk membuat seorang anak mampu membaca, menulis, dan berhitung atau menaikkan nilai akademik, hanya perlu waktu 3-6 bulan saja jika secara intensif mengajarkannya. Tapi untuk mendidik perilaku moral seorang anak, dibutuhkan waktu lebih dari 15 tahun untuk mengajarkannya.

 Ketergantungan Ekonomi

Salah satu prinsip nasionalisme adalah kebanggan terhadap negara, dalam hal ini Indonesia. Kebanggaan ini bisa diwujudkan dalam berbagai aspek, baik dari karakter pembangunannya, sumber daya manusia, hingga perkembangan masyarakatnya. Dengan begitu, nasionalisme di Indonesia memiliki ciri-ciri khusus yang menunjukkan karakter Keindonesiaan.

Dari aspek ekonomi, spirit nasionalisme harus dibangun dengan kemandirian ekonomi. Soekarno pernah menyatakan bahwa Indonesia harus memiliki ekonomi yang berdikari (berdiri di atas kaki sendiri). Dengan ekonomi berdikari ini, pertumbuhan ekonomi Indonesia akan dibangun dengan kekuatan sumber daya manusia dan sumber daya manusia yang dimilikinya. Dan, tentu saja, menghindarkan diri dari belenggu asing yang masuk melalui modal asing dan utang.

Spirit nasionalisme ekonomi yang digagas oleh Soekarno berbanding lurus dengan Mohammad Hatta. Wakil Presiden pertama RI ini mengedepankan kemampuan SDM yang dimiliki bangsa ini untuk membangun industri, meskipun dengan waktu yang cukup lama dan biaya yang sangat mahal. Hatta sepertinya tidak mau terpengaruh oleh gagasan instan, serba cepat, murah, tapi tidak memiliki manfaat besar bagi peningkatan kemampuan sumber daya manusia masyarakat Indonesia.

Hal ini berbanding terbalik dengan realitas yang ada saat ini. Impor terhadap barang-barang kebutuhan pokok menjadi andalan. Alasannya, kemampuan produksi di dalam negeri tidak mampu memenuhi kebutuhan yang diperlukan. Anehnya, kebijakan ini terus dilakukan tanpa ada upaya untuk memperbaiki atau meningkatkan kemampuan produksi di dalam negeri.

Contohnya saja, petani kedelai yang sejak jaman orde baru hingga saat ini belum pernah mendapat insentif yang memadai baik dari segi produksi, infrastruktur maupun manajemennya. Akibatnya, produksi kedelai nasional hanya mampu memenuhi 40 persen kebutuhan domestik. Sisanya didatangkan dari Amerika Serikat sebagai negara produsen utama biji-bijian.

Ichsanudin Noorsy menyatakan bahwa suatu maka suatu perekonomian disebut terjajah diukur lima indikator. Pertama, kepemilikan sumberdaya, produksi dan distribusi. Kedua, bagaimana suatu bangsa memenuhi kebutuhan sektor pangan, enerji, keuangan, dan infrastruktur. Ketiga, pasar domestik untuk kebutuhan primer dan sekunder dipasok siapa dan siapa yang mendominasi. Keempat, apakah suatu pemerintahan mempunyai kemerdekaan dan kebebasan mengambil kebijakan ekonomi dan terlepas dari pengaruh penguasa ekonomi dunia. Kelima, bagaimana sumber-sumber pendanaan APBN, dan apakah APBN memberikan hak-hak ekonomi sosial budaya.

Kegalauan SBY

Sejak isu kudeta berhembus begitu kencang, terlihat kegalauan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono dan keluarganya dari hari ke hari. Dimulai dari curahan hatinya di media massa hingga mengundang para mantan jenderal dan sejumlah pimpinan ormas Islam. 

Seperti diberitakan media massa, isu kudeta menghantui Presiden SBY di saat masa kepemimpinannya kurang dari dua tahun lagi. Aksi demo besar-besaran pada 25 Maret mendatang disebut-sebut akan menggulingkan presiden dan menggantikan dengan pemerintahan transisi.

Menariknya, demo yang diklaim akan bergerak di 17 provinsi dengan Jakarta sebagai pusatnya akan mengusung lima tuntutan. Mantan anggota DPR dari PKB Effendi Choirie mengungkapkan lima tuntutan yang diberi nama Panca Tuntutan Rakyat (Pantura) itu berisi nasionalisasi tambang migas, turunkan harga, hentikan liberalisasi impor, selesaikan kasus korupsi yang melibatkan Istana, dan hentikan konflik SARA dan adili pelanggaran HAM.

Di tahun 2013 Presiden SBY digoyang dengan 'Pantura', sedangkan Presiden Soekarno digoyang dengan aksi mahasiswa yang menyuarakan Tri Tuntutan Rakyat (Tritura). Tritura berisi bubarkan PKI beserta ormas-ormasnya, perombakan kabinet Dwikora, dan turunkan harga dan perbaiki sandang-pangan.

Rentetan Kegalauan

Kegalauan SBY itu sudah terasa ketika berhembus bocornya dokumen pajak keluarga Cikeas. Sejak isu itu 
ditiup, SBY menunjukkan kepatuhannya di depan media, seraya menyerahkan berkas pajaknya. SBY berharap kebocoran pajak keluarganya tidak terjadi lagi. Selain itu, dia memerintahkan Direktorat Jenderal Pajak harus segera merespon dan mengklarifikasi sesegera mungkin agar tidak mencemarkan nama baik.

Kegelisahan SBY juga terlihat ketika ia mengundang tujuh purnawirawan jenderal di kantor kepresidenan dua hari lalu, Rabu (13/3). Tujuh purnawirawan jenderal yang datang temui SBY, adalah Jenderal (Purn) Luhut Binsar Panjaitan, Jenderal (Purn) Subagyo HS, Jenderal (Purn) Fachrul Razi, Letjen (Purn) Agus Widjojo, Letjen (Purn) Johny Josephus Lumintang, Letjen (Purn) Sumardi, dan Letjen (Purn) Suaidi Marasabessy. Pertemuan tersebut membahas dinamika politik, ekonomi, hukum dan keamanan nasional saat ini.

Sebelumnya, Presiden SBY bertemu dengan Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Prabowo Subianto di Kantor Presiden pada Senin (11/3). Meski tak menjelaskan secara detail apa yang dibahas dengan  SBY, Prabowo tak menampik jika Gerindra dapat berkoalisi dengan Demokrat.

Tak lama kemudian, SBY mengundang para pemimpin redaksi media nasional ke Istana Negara. Pertemuan ini pun terbuka dan bisa diliput oleh semua wartawan. Bahkan SBY menjuluki para pemred dengan julukan 'mahawartawan'. SBY pun membantah pertemuan ini adalah pertemuan untuk mempengaruhi media dalam pemberitaan. Dirinya menegaskan akan menerima semua kritik dari masyarakat yang disampaikan melalui media.

Kegalauan SBY bertambah-tambah, lalu mengundang Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siradj dan 12 Ormas Islam lainnya ke kantor presiden.Ormas-ormas Islam itu tergabung dalam Lembaga Persahabatan Ormas Islam (LPOI).

Curhat SBY yang GENIT

Untuk pertama kalinya, Presiden SBY tampil bersama keluarga dalam acara wawancara di sebuah stasiun televisi swasta. Acara bertajuk 'SBY dan Keluarga Bicara' itu dinilai awal dari kegenitan sang presiden di media jelang akhir-akhir masa jabatannya di 2014.

SBY dinilai ingin meninggalkan kenangan indah akan diri dan keluarga. SBY tidak ingin publik mengenalnya sebagai presiden yang tidak berprestasi. Apalagi jelang berakhirnya SBY sebagai RI-1, isu dan gosip miring tentang Cikeas terus bermunculan di publik melalui media. Kasus pajak, kasus dugaan pemberian uang untuk Ibas bahkan dugaan ambisi keluarga untuk mengambil alih kendali Partai Demokrat dan lain-lain menjadi bulan-bulanan isu yang dicerna masyarakat lewat media. Melalui media pulalah  SBY ingin menangkis tuduhan itu.

SBY akan semakin narsis dan narsis dengan muncul di berbagai media. SBY akan men-setting di setiap kesempatan agar menjadi media darling. Sebelumnya, SBY mengajak seluruh pejabat dan peserta partai politik untuk segera bersiap-siap menghadapi tingginya eskalasi politik. "Insya Allah, dengan pertolongan Tuhan, kita bisa kelola sebagaimana yang kita lakukan di waktu yang lalu," tandasnya.

Selain itu, ada hal lain yang diwaspadai oleh presiden. Salah satunya adalah isu kudeta menjelang pemilu. Isu ini hangat diperbincangkan di media dengan berbagai narasumber. "Pelaku-pelakunya kebetulan yang sedang menjadi pembicaraan hangat di arena politik sekarang ini bukan atau tidak sama dengan pelaku politik untuk pemilu tahun depan. Dan hal begini sangat bisa akan terjadi sampai pemilu 2014 mendatang selesai," keluh SBY.

NASIONALISME kentut ala ES BEYE

FAB-Indonesia mengatakan NASIONALISME KENTUT ala Es Beye, karena aroma kegalauannya ada dimana-mana atau aroma CURHAT  justru membuat rakyat merasakan bau korupsi partainya yang begitu dasyat.

Kader-kader atau Partainya justru membuat penderitaan rakyat dimana-mana, mulai harga beras, cabai, listrik dan kini harga bbm pun meroket.

Inilah bangsa Indonesia yang sudah kehilangan jati diri, kehilangan identitas, kehilangan arah masa depan.Sebagai penerus bangsa berharap, para calon pemimpin harus segera sadar bahwa bangsa Indonesia perlu figur SOEKARNOISME yang bangga akan bangsa sendiri yang mampu berdiri di kaki sendiri.

MERDEKA !!!
 

No comments:

Post a Comment