Pages

Sunday 19 May 2013

BLUNDER BOLA PANAS DI PILKADA WALIKOTA MAKASSAR


Niat majunya Irman Yasin Limpo bertarung di Pilwalkot Makassar, semakin jelas cermin dinasti yang dibuat seorang YASIN LIMPO.

Masyarakat menilai dengan majunya None (panggilan akrab Haris Yasin Limpo) di Pilkada Makassar ,dianggap merupakan sikap blunder politik yang bisa menimbulkan resistensi terhadap pemilih.

"Mestinya keluarga Yasin Limpo bisa legowo dan bisa menerima sikap politik dari DPP partai Golkar, agar tidak  menimbulkan perpecahan.

Apalagi None merupakan saudara kandung  Syahrul Yasin Limpo yang nota bene Gubernur SulSel ," kata pengamat politik asal FAB-Indonesia Yudistira Ardy Rukka.

Mestinya paket Golkar tersebut, justru membangun pencitraan politik. Bukan malah menciptakan opini yang dapat mengundang penilaian negatif oleh publik, khususnya di internal Golkar sendiri.

"Apalagi faktanya banyak  yang tidak menyukai dinamika dinasti jabatan di Sulawesi Selatan. Dan bisa saja masyarakat mengalihkan suara dari Golkar  ke kandidat lain. 

Kalau pun SYL merestui saudaranya untuk maju,  sikap seperti itu justru menimbulkan opini atau bahkan menjadi blunder disystem pemerintahannya kelak. Bahkan bisa menambah daftar hitam politik dinasti di Indonesia.

Menurut YAR, SYL justru harus  legowo untuk merangkul  kader GOLKAR dengan dasar pertimbangan yang objektif. Dengan mendukung paket GOLKAR-GOLKAR, maka pembangunan yang sinergi antara pemerintah provinsi dan pemerintah kota akan semakin baik dan bermanfaat bagi masyarakat kelak.
Dengan tidak menempatkan keluarga maka nilai profesionalisme dan integritas dari seorang Syahrul Yasin Limpo tetap terjaga.

Pasalnya, sejumlah figur yang maju, merupakan kandidat yang memiliki kekuatan finansial dan basis massa yang riil. Seperti, Muhyina Muin, Danny Pomanto, Erwin Kallo dan sebagainya.  

"Mereka juga kan tidak bisa dipandang sebelah mata. Karena tidak mungkin mereka berniat maju jika tidak memiliki apapun khususnya keinginan untuk menang. Jadi jangan hanya bermanuver saja tanpa memikirkan konsekuensi politiknya," ungkap YAR.

Berdasarkan hasil survei beberapa lembaga survei, saat ini tak satupun kandidat yang memiliki elektabilitas mencapai 30 persen. Rata-rata kandidat yang bertarung di Pilkada Makassar hanya memiliki presentase 26 persen termasuk hasil survei yang dirilis Adhyaksa Supporting House (ASHO) beberapa waktu lalu.

"Jadi yang perlu dilakukan kandidat saat ini adalah, bagaimana cara meningkatkan elektabilitas serta tingkat keterpilihannya di masyarakat. Bukan malah menambah daftar hitam sejarah dinasti di SulSel nantinya."

No comments:

Post a Comment