Pages

Wednesday 17 April 2013

PEMERINTAH KURANG TANGGAP TERHADAP SEKTOR PERTANIAN

Pemerintah harus mewaspadai bahwa dana untuk konsumsi pangan nasional ada batasnya sehingga suatu saat bisa habis. Selain menguras devisa negara, impor pangan juga memacu inflasi sehingga pemerintah bisa terjepit menahan infl asi dan impor.

Untuk itu, pemerintah harus segera bertindak mengurangi kebergantungan impor bahan pokok pangan seperti gandum, kedelai, dan jagung. Salah satu cara adalah segera merealisasikan terbentuknya badan pangan nasional agar koordinasi antarkementerian menjadi efektif sehingga memuluskan jalan menuju kemandirian pangan.

Pakar pertanian Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, M Maksum, menegaskan hal itu ketika dihubungi, Selasa (16/4). Ia mengungkapkan semua itu terjadi akibat kebijakan salah yang dibiarkan bertahun-tahun dengan prioritas yang selalu salah.

"Bayangkan, akibat cabai dan bawang langka saja negara ini guncang. Apalagi kalau beras langka, bisa lebih besar lagi efek negatifnya. Padahal, dengan mengembangkan holtikultura dalam dua tahun sudah bisa kembali lagi," ujar Maksum.

Ia mengingatkan masalah pangan erat kaitannya dengan kedaulatan sebuah bangsa. Kedaulatan pangan itu esensinya kedaulatan bangsa, sehingga jika Indonesia keranjingan impor pangan maka ini akan melemahkan kedaulatan bangsa. "Kalau kita impor terusmenerus akan menggerus cadangan devisa kita.

Jadi, harus hati-hati kebijakan impor ini," papar dia. Sebenarnya, menurut Maksum, Indonesia memiliki kemampuan untuk membangun kedaulatan pangan karena pemerintah tidak kekurangan sumber anggaran. Selain dari APBN, pemerintah bisa mengalihkan dana subsidi obligasi rekap yang selama ini hanya mensubsidi bankir-bankir kaya, untuk membangun ketahanan pangan.

"Bayangkan kalau dana sekitar 60 hingga 80 triliun rupiah setiap tahun dialihkan ke sektor pertanian, saya yakin pertanian kita akan maju. Swasembada pangan akan terwujud," jelas Maksum.

Sebelumnya dikabarkan, Indonesia kini terperangkap dalam kebijakan ekonomi yang salah sehingga tidak mampu tampil sebagai bangsa yang mandiri. Kebijakan yang salah itu menyebabkan pemerintah terjepit dalam upaya menahan laju infl asi dan membendung aliran impor, khususnya komoditas pangan. Sepanjang Januari-Maret 2013, bahan makanan menjadi komoditas yang menyumbang infl asi terbesar, yakni sebesar 80,95 persen dari total inflasi 2,41 persen.

Sementara impor pangan Indonesia sekitar 100 triliun rupiah setahun. Impor produk holtikultura saja nilainya mencapai 17 triliun rupiah.

Anggaran Pangan

Pengamat ekonomi dari Asosiasi Ekonomi dan Politik Indonesia (AEPI), Dani Setiawan, menambahkan pemerintah harus meningkatkan anggaran pangan untuk meningkatkan produktivitas pangan dan pertanian. Soalnya, kebergantungan pada impor akan menggerus devisa dan melemahkan kemampuan intervensi pemerintah dalam jangka panjang.

"Kemampuan intervensi BI untuk atasi infl asi akan menggerus dana puluhan triliun setiap bulan. Daripada seperti itu, seharusnya anggaran sektor pertanian ditingkatkan untuk mendorong produktivitas sekaligus mengurangi kebergantungan impor pangan," jelas dia.

Menurut Dani, belanja APBN untuk modal pertanian sangat minim dan cenderung terus menurun, bahkan sepanjang 7-8 tahun tidak ada investasi besar dari pemerintah untuk sektor pangan dan pertanian, dibandingkan dengan era Orde Baru.

"Di domestik investasi di pertanian menurun terhadap PDB bila dibandingkan belanja negara. Kondisi itu terjadi karena sektor pangan tidak produktif ditambah lagi konversi untuk perkebunan dan pertambangan, kondisinya semakin parah karena perdagangan bebas mendatang," ungkap dia.

No comments:

Post a Comment