Satu lagi
kasus penyimpangan penggunaan dana APBD Kota Surabaya tahun 2009
terungkap ke publik. Nilainya tidak tanggung-tanggung. Rp 11 miliar
lebih. Siapa yang terlibat? Nama Saleh Ismail Mukadar, Cholid Goromah
dan sejumlah pengurus Klub Sepakbola Persebaya Surabaya disebut dalam
dokumen yang kini sudah berada di tangan aparat korps Adiyaksa di kantor
Kejaksaan Agung Republik Indonesia.
KISAH ini bermula saat Klub
Persebaya yang dipimpin duet Saleh Ismail Mukadar dan Cholid Goromah
membentuk badan hukum perseroan terbatas (PT) dengan nama Persebaya
Indonesia di medio Juli 2009 silam.
Pembentukan badan hukum PT
Persebaya Indonesia tersebut sebagai tonggal awal berubahnya Klub
Persebaya Surabaya dari sebuah perkumpulan, menjadi klub sepakbola
profesional yang dikelola oleh badan hukum perusahaan, di bawah payung
PT Persebaya Indonesia.
Niat membentuk badan hukum perseroan
terbatas ini sebenarnya sudah menjadi wacana saat Klub Persebaya
Surabaya dipegang Arif Affandi. Namun niat itu belum terwujud. Dan
ketika Persebaya Surabaya diambil alih Saleh Mukadar Cs, dibentuklah
badan hukum tersebut. Sekaligus sebagai penanda bahwa klub sepakbola
Persebaya Surabaya telah memasuki fase klub profesional. Sebagaimana
disyaratkan oleh Badan Liga Indonesia (BLI) bagi semua klub yang
melakoni laga di kompetisi Liga Super Indonesia, untuk musim kompetisi
2009/2010.
Tepatnya, pada 16 Juli 2009, Klub Persebaya Surabaya
membentuk badan hukum PT Persebaya Indonesia, dengan Akta Notaris
Justiana, SH, dengan nomor Akta 24. Di dalam akta tersebut, tertulis PT
Persebaya Indonesia, dimiliki oleh para pemegang saham dengan komposisi
Saleh Ismail Mukadar 55 persen, Cholid Goromah 25 persen dan sisanya 20
persen dimiliki Koperasi Surya Abadi Persebaya, yang diketuai
Suprastowo.
Dengan struktur Saleh Ismail Mukadar sebagai Komisaris
Utama dan Cholid Goromah sebagai Direktur Utama. Sedangkan di dalam
pengelolaan klub, Saleh Ismail Mukadar bertindak selaku Ketua Umum.
Sedangkan Cholid Goromah menjadi Ketua Harian.
Pembentukan PT
Persebaya Indonesia tersebut juga dikuatkan dengan Surat dari Badan Liga
Indonesia PSSI, nomor 0735/A-08/BLI-3.1 VII/09, tanggal 27 Juli 2009,
tentang pembentukan badan hukum Klub Persebaya Surabaya.
Keberadaan
PT Persebaya Indonesia dalam kompetisi Liga Super Indonesia 2009/2010,
juga dibuktikan dalam formulir Permohonan Lisensi Klub Profesional Musim
Kompetisi 2009/2010 yang dikeluarkan Badan Liga Indonesia, yang
ditandatangani Cholid Goromah selaku Ketua Harian Persebaya, yang juga
Direktur Utama PT Persebaya Indonesia. Formulir tersebut ditandatangani
Cholid pada tanggal 21 Juli 2009. Lima hari setelah terbentuknya badan
hukum perseroan terbatas yang menaungi klub tersebut.
Sesuai
dengan standarisasi lisensi klub sepakbola profesional, maka aspek
pembiayaan klub profesional disyaratkan untuk tidak bersumber dari APBN
atau APBD. Karena semua hasil penjualan tiket dan sponsor yang diperoleh
menjadi sumber pemasukan klub.
SKANDAL APBD
Meski sudah
berbadan hukum perseroan terbatas, dan telah mengisi formulir permohonan
sebagai klub sepakbola profesional, rupanya Saleh Mukadar dan Cholid
Goromah tetap mengincar duit miliaran dari APDB Kota Surabaya.
Maka
disusunlah pat gulipat untuk mendapatkan uang dengan cara gampang dari
uang rakyat yang ada di APBD Kota Surabaya. Melalui H. Ismail, Bendahara Umum KONI Kota Surabaya, yang merangkap Direktur Keuangan PT Persebaya Indonesia, disusunlah rencana.
KONI
Kota Surabaya saat, di awal tahun anggaran 2009 tentu dengan mudah
mendapat kucuran dana miliaran rupiah. Maklum Walikota Surabaya saat
itu dijabat Bambang Dwi Hartono, yang tak lain adalah patrner Saleh
Ismail Mukadar di kepengurusan DPC PDI Perjuangan Kota Surabaya saat
itu. Bahkan saking dekatnya hubungan Bambang dengan Saleh, sejumlah
kalangan di Surabaya menjuluki Saleh Mukadar sebagai walikota malam.
Yang artinya di luar jam kerja Bambang DH, untuk urusan pemerintahan,
bisa melalui Saleh Mukadar. Terutama terkait ijin titik reklame dan hal lain yang menjadi kewenangan sang walikota.
Dan
benar, di tahun anggaran 2009 KONI Kota Surabaya mendapat alokasi dana
hibah dari Pemerintah Kota Surabaya senilai total Rp. 28.871.672.350.
Tentu anggaran sebesar itu diperuntukan bagi pembinaan 41 cabang
olahraga yang dibina KONI. Termasuk cabang olahraga sepakbola. Namun
jelas, sesuai perundangan, KONI hanya melakukan pembinaan terhadap
olahraga amatir. Dengan sasaran hasil kejuaraan daerah dan event
olahraga lokal lainnya. Sementara untuk kejurnas dan PON, menjadi kewajiban KONI Provinsi. Sedangkan KONI Pusat untuk kejuaraan tingkat dunia, seperti SeaGames dan sejenisnya.
Dalam
laporan keuangan KONI Kota Surabaya tahun anggaran 2009 disebutkan
dengan jelas ke-41 cabang olahraga yang dibantu KONI Kota Surabaya. Yang
menarik, hanya cabang olahraga sepakbola yang dibantu dengan nilai
sangat besar, bila dibanding dengan 40 cabang olahraga lainnya.
Bayangkan, cabang olahraga sepakbola, melalui PSSI Kota Surabaya
memperoleh kucuran hibah dari KONI Kota Surabaya senilai Rp.
17.318.250.000. Sedangkan 40 cabang olahraga lainnya tidak satupun yang
mendapat kucuran dana di atas Rp. 250 juta!
Mengapa begitu?
Itulah
salah satu pat gulipat yang dilakukan Saleh Mukadar Cs. Padahal kalau
jujur, PSSI Kota Surabaya hanya membina puluhan klub sepakbola
amatir. Sehingga dana itu terlampau besar untuk pembinaan klub-klub
sepakbola amatir di Kota Surabaya. Maka, sudah bisa diduga kemana
larinya sebagian besar dana itu. Tak lain adalah ke klub sepakbola
profesional Persebaya Surabaya. Dimana Saleh Mukadar juga duduk sebagai
Komisaris Utama di PT Persebaya Indonesia. Jadi, Saleh Mukadar selaku
Ketua PSSI Kota Surabaya mengucurkan dana ke Saleh Mukadar selaku
pengurus klub Persebaya Surabaya. Menarik bukan?
Berapa niainya?
Sekitar Rp 11 miliar dari total Rp 17 miliar alokasi dari KONI Kota
Surabaya diserap habis untuk membiayai klub profesional Persebaya
Surabaya yang berlaga di kompetisi profesional Liga Super Indonesia.
Bahkan, dengan terang-terangan Saleh Mukadar menuliskan pengeluaran
untuk membayar gaji pemain, pelatih dan official serta ongkos
pertandingan Persebaya di dalam laporan keuangan penggunaan anggaran
PSSI Kota Surabaya di kepemimpinannya.
Rinciannya sebagai berikut;
dana sebesar Rp. 5.046.805.339, dipakai untuk membayar gaji dan bonus
pemain Persebaya Surabaya, untuk biaya away (laga tandang) dan untuk
transportasi. Dengan rincian; gaji dan bonus pemain Rp. 4.873.583.331,
biaya away (laga tandang) Rp. 68.521.508, dan transportasi Rp.
104.700.500.
Lalu tertulis juga pengeluaran lain yang terkait
dengan Klub Persebaya Surabaya, yakni pembiyaan Tim U-21 Persebaya
Surabaya, sebesar Rp. 301.354.709. Selain itu masih ada pengeluaran
dalam bentuk fee untuk pelatih dan official sebesar Rp. 1.806.593.326.
Belum cukup di situ. Uang rakyat itu juga dibuat membiayai panitia
pertandingan (panpel) saat Persebaya Surabaya menggelar laga. Nilainya sebesar Rp. 4.435.365.828. kalau ditotal mencapai Rp 11 miliar lebih uang rakyat dari APBD dalam bentuk hibah ini dibelanjakan untuk membiayai klub sepakbola profesional di bawah payung badan hukum perseroan terbatas.
pertandingan (panpel) saat Persebaya Surabaya menggelar laga. Nilainya sebesar Rp. 4.435.365.828. kalau ditotal mencapai Rp 11 miliar lebih uang rakyat dari APBD dalam bentuk hibah ini dibelanjakan untuk membiayai klub sepakbola profesional di bawah payung badan hukum perseroan terbatas.
Benarkah klub sepakbola profesional dilarang menggunakan dana hibah yang bersumber dari APBN atau APBD? Sangat jelas. Bahkan pada September 2009, Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Timur yang dijabat
Rasiyo, menulis surat kepada Walikota Surabaya.
Rasiyo, menulis surat kepada Walikota Surabaya.
Melalui surat bernomor 188/143 4-8/042/2009, tertanggal 25 September 2009,
Rasiyo menyatakan dengan sangat jelas, bahwa pemberian hibah melalui
KONI tidak dibenarkan kepada klub sepakbola profesional. Terutama untuk
membayar gaji (kontrak) pemain.
Surat Rasiyo itu mengingatkan
Walikota Surabaya, yang kala itu dijabat Bambang DH ketika akan
memasukkan kembali alokasi untuk Persebaya Surabaya melalui KONI Kota Surabaya di penyusunan anggaran APBD-Perubahan di awal September 2009.
Konsideran
hukum yang digunakan Rasiyo di surat itu adalah Peraturan Mendagri
nomor 59 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, yang juga memperjelas implementasi UU nomor 22/1999 tentang Keuangan Daerah.
Peruntukan
dana APBD yang jelas-jelas dilarang tersebut terdokumentasi dengan rapi
di sejumlah dokumen otentik yang kini berada di tangan aparat hukum.
Menurut sumber di Kejaksaan Agung, unsur pidana korupsi telah terpenuhi
dalam kasus ini. Mengingat peruntukan dana hibah yang dilarang digunakan
untuk membayar gaji (kontrak) pemain di sebuah klub sepakbola profesional, apalagi yang telah berbadan hukum perseroan terbatas.
No comments:
Post a Comment