Pages

Monday 4 March 2013

SUPER MARET : Cerita kenangan dibalik Alm. Soeharto

Mantan Presiden Soeharto memiliki cara sendiri untuk mengenang masa-masa remaja bersama teman-temannya. Bekas penguasa Orde Baru itu mengenang masa remajanya dengan bercerita dengan teman-teman masa remajanya dulu.

Soeharto pernah menyempatkan diri untuk menerima mereka di kediamannya di Cendana saat sudah menjabat sebagai Presiden RI. Awalnya Soeharto tengah berziarah ke Wuryantoro, Kabupaten Wonogiri.

Pak Harto kemudian meminta agar Lurah dan Camat setempat mendatangkan dua sahabatnya semasa remaja, Karmin dan Warikun. Pak Harto juga meminta agar guru mengajinya semasa kecil, Kamsiri, didatangkan.

"Kepada kedua orang itu saya bertanya, 'Tahun berapa kita dulu berpisah?' Salah seorang di antara mereka menjawab, 'Mungkin tahun 1940 Pak," seperti diceritakan Pak Harto dalam buku biografi ' Soeharto , Pikiran, Ucapan dan Tindakan Saya' yang ditulis G Dwipayana dan Ramadhan KH.

Obrolan antara mereka pun semakin hangat. Karmin kemudian bercerita kepada Pak Harto soal pertemuan terakhirnya dengan Pak Harto.

"Saya ingat waktu itu kita masih sama-sama naik sepeda ke desa Baji dan Semin. Di sekat sekolah sepeda kita tidak bisa lagi kita naiki, karena kedua desa itu merupakan pegunungan. Sepeda kita titipkan di rumah janda sebelah utara sekolah. Terus kita berdua jalan kaki ke desa itu. Di perempatan desa yang nanjak, Pak Harto berkata, 'Kalau pekerjaan begini terus, saya tidak sanggup, berat sekali, saya besok tidak masuk lagi Min," cerita Kamin.

Mendengar cerita Karmin, Pak Harto langsung mengenangnya secara mendalam. Mereka terus mengenang masa mudanya dalam obrolan hangat selama lebih dari satu jam.

"Kami tertawa-tawa dalam ngobrol bersama Kamin dan Kamsiri lebih dari satu jam lamanya itu," kata Pak Harto.

Kepada Pak Harto, Kamin mengaku sempat bermimpi bertemu dengan singa besar sebelum dipanggil untuk menemui penguasa Orde Baru itu. Mimpi itu akhirnya dimaknainya sebagai pertanda bahwa dia akan bertemu Pak Harto yang saat itu menjabat sebagai presiden.

Sementara, Kamsiri amat bangga bekas murid mengajinya menjadi orang nomor satu di Indonesia saat itu. Kamsiri kemudian bercerita mengenai kondisi salah seorang teman remaja Pak Harto, Kang Loso, yang makin memprihatinkan. Kang Loso menjadi buta karena ikut berjuang merebut kemerdekaan.

Lain Kamsiri, lain pula Kang Warikun. Dia pernah mengajak teman-temannya untuk membantu Pak Harto mengisi bak air dari sumur. Hal itu dilakukan Warikun dan teman-teman, agar Pak Harto bisa ikut bermain sepak bola.

"... Sedang saya punya pekerjaan, dilatih disiplin oleh ayah saya. Tidak boleh main sore bila bak mandi belum penuh. Maka Warikun dan teman-temannya ini yang membantu. Setelah pekerjaan selesai, baru kami main bola," kenang Pak Harto.

Dari pertemuan dengan sahabat dan bekas guru mengajinya itu, Pak Harto mengambil sebuah pelajaran bermakna. Sebab, mereka tak kecewa meski nasibnya jauh berada di bawah Pak Harto. Mereka hanya mengatakan, setiap orang memiliki nasibnya sendiri, dan sebagai manusia hanya menjalani.

No comments:

Post a Comment